Awas, Indonesia Bakal Dibanjiri Produk China
JAKARTA, VOI - Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan, dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China diperkirakan bakal merugikan negara-negara di Asia, khususnya kawasan Asia Tenggara.
Menurutnya, imbas perang dagang tersebut, diperkirakan barang-barang China yang selama ini masuk pasar Eropa akan dialihkan ke pasar lain, terlebih Indonesia. Pasalnya, selama ini Indonesia sudah menjadi salah satu pasar produk-produk asal negeri tirai bambu tersebut. "Sekarang ini semuanya (barang China) juga sudah masuk," ujar Enggar di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (9/7).
Enggar menambahkan, untuk mengantisipasi agar Indonesia tidak kebanjiran produk impor dari China, dia meminta agar industri dalam negeri lebih diperkuat lagi. "Kita harus perkuat industri dalam negeri, mencintai produk dalam negeri gitu," katanya.
Enggar mengaku, pemerintah belum mengambil kebijakan apapun dalam rangka membatasi impor dari China tersebut. Sebab, hal itu sebelumnya sudah tertuang dalam perjanjian perdagangan yang tidak mungkin dilanggar.
"Jika Indonesia menerapkan Non tariff Barrier (NTB) atau aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik, maka otomatis produk Indonesia yang masuk ke China pun akan mendapat perlakuan serupa," jelasnya.
Peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa perang dagang Amerika Serikat-China bakal memberikan pukulan besar bagi industri dalam negeri.
Menurutnya, perang dagang akan menyebabkan volume perdagangan dan volume ekspor dunia akan langsung turun, terutama yang berorientasi ekspor ke Amerika dan ke China. "Dampaknya cukup signifikan membuat permintaan ekspor industri asal Indonesia melambat karena AS dan China berkontribusi terhadap 25% total ekspor Indonesia," kata Bhina.
Dia menyebutkan, sektor yang terkena dampak langsung dari perang dagang tersebut mulai dari sawit, karet, tekstil, alas kaki dan otomotif. "Ekspor minyak kelapa sawit, karet untuk ban mobil tekstil, pakaian jadi, makanan dan minuman, elektronik akan mengalami tekanan yang besar," tuturnya.
Kemudian, dampak yang lebih parah kata Bhima, pasar Indonesia yang luas akan menjadi sasaran pengalihan impor barang-barang dari China. Menurutnya, banjir impor akan membuat industri dalam negeri kalah saing.
Selain itu, pemerintah juga mesti terus melakukan misi dagang untuk membuka pasar-pasar baru. Hal ini membuat tujuan ekspor Industri dalam negeri menjadi lebih banyak sehingga mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara tujuan ekspor yang saat ini ada. Dengan berbagai persoalan tersebut, Bhima memperkirakan pertumbuhan industri dalam negeri hanya mencapai 4,3 persen atau stagnan dibanding 2017. "Dari dampak perang dagang negara-negara maju ini, bisa di perkirakan pertumbuhan industri dala negeri hanya mencapai 4,3%, stganan dibanding 2017," pungkasnya. (*)
Comment (0)